Temanku di kantor bercerita tentang mantan pacarnya sekarang, yang katanya seorang akahwat dan sampai sekarang masih “mengharapkan” pacar temanku itu untuk kembali merencanakan hidup dengan si akhwat itu. Temanku itu complain; dia kan akhwat, Des! Like you, seharusnya …. sampai di situ kalimatnya terputus tapi aku tau ke mana arah pembicaraannya.
Aku hanya bisa bilang pada temanku itu bahwa akhwat juga manusia biasa yang berpeluang berbuat kesalahan. Perkataanku di amiin-I oleh temanku yang lain yang di sapa dede (singkatan dari dedemit) oleh teman-teman satu tim ku yang lain. Dia menambahkan juga, sebandel-bandelnya…sedede-dedenya gue ga ada yang bisa jamin kan gue bakal masuk neraka dan sealim-alimnya orang juga belum tentu dia bakal masuk syurga.
Kutambahkan lagi, semua kembali lagi pada komitmen dirinya dan kedewasaan masing-masing personal. Idealnya sih…ya (kalimatku menggantung), tapi hidup ini kadang tidak se ideal yang kita inginkan. Sahabatku hanya menjawab lirih; iya siih…….
“…. Maka demi Allah yang tiada Tuhan selain dari pada Nya, sesungguhnya seseorang di antara kamu mengerjakan amalan ahli syurga sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan syurga itu kecuali sehasta saja, namun ia didahului oleh ketentuan (takdir Allah), lalu ia melakukan pekerjaan ahli nerakamaka ia pun masuk neraka. Dan sesungguhnya salah seorang diantara kamu melakukan pekerjaan ahli neraka sehingga tidak ada jarak antara dirinya dengan neraka kecuali sehasta saja, lalu ia didahukui oleh ketentuan Allah atasnya, lalu ia mengerjakan pekerjaan ahli syurga maka ia pun masuk syurga.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kembali lagi pada tema bahwa ikhwah juga manusia, aku kembali teringat heboh berita poligami Aa’ Gym. Masyarakat –yang mayoritas kaum hawa—gencar mencerca pilihan sikap Aa’ Gym. Komentarnya hampir sama, senada dan seirama; semua lelaki emang sama!!! Nah loh, what’s wrong with poligami..?! Kenapa juga kalau Aa’ Gym menikah lagi karena calonnya cantik, emang salah..?! Manusiawi kan…?! Meskipun aku bukan salah satu fans-nya Aa’ Gym tapi aku termasuk orang yang tidak sepakat dengan opini yang kemudian berkembang di masyarakat umum; “usstadz koq sama saja…..”.
Permasalahannya utama dari kedua realitas di atas adalah ketika kita selalu menuntut orang lain untuk ideal tapi kita tidak menuntut hal yang sama pada diri sendiri. Coba sekarang paradigmanya dibalik, jangan menuntut orang lain menjadi manusia langit tapi cetaklah diri kita --anda dan saya—menjadi manusia-manusia langit sejati dan kemudian ajaklah masyarakat untuk bergabung pada komunitas manusia-manusia langit yang ada.
Kadang kita sibuk mencari-cari dan mencerca kesalahan orang lain tapi entah berapa banyak waktu yang kita luangkan untuk mewujudkan komitmen kita; meningkatkan kualitas diri dan keimanan. Mari bersama kita membenahi diri….meningkatkan kualitas diri dan keimanan pada Sang Sutradara episode panjang kehidupan ini. Berlomba menjadi yang terbaik di hadapanNya di yaumil akhir kelak…. Mari berjuang bersama dan tentu saja jangan lupa untuk saling mengingatkan, semangat.....semangat..!!!! ;)
Minggu, 04 Maret 2007
Ikhwah Juga Manusia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar