"selamat membaca tulisan yang disuguhkan tuk semua pembelajar sejati yang mengunjungi blog sederhana ini, thank's for visiting my blog"

Jumat, 27 Februari 2009

Sekeping Hening

Ada sesuatu
Yang terus mendesak saat
dibendung
Terus meruyak saat
Dikungkung

Lantas
Meledak saat dipenjara
Dalam ruang
Selalu
Menuntut dibiarkan
Dilepaskan
Dan… dilupakan…

Maka ia mengalir
Tenang
Dalam diam,
dalam lengang
Dalam gelap sepi entah sampai
Kapan akan berhenti

sumber : tags "diary" di www.saktiwibowo.multiply.com (judul asli "O")
Selengkapnya...

Bertemu Sisipus (Pelajaran Tentang Futur)

Saat menemuinya di tebing batu, aku melihat bahwa wajah Sisipus begitu lelah. Tentulah begitu. Ia telah mendorong batu mendaki bukit. Namun, usahanya itu seakan sia-sia saat sang batu kembali meluncur ke lembah.
Telah begitu ia lakukan bertahun-tahun, mungkin berabad-abad. Setiap kali batu yang didorongnya tiba di puncak bukit, batu itu akan menggelincir ke lembah. Tapi, ia akan kembali mendorongnya, sementara ia tahu sesampai di puncak, batu itu akan kembali menggelincir ke lembah.

Aku kasihan menatap wajah yang lelah itu.
“Tidakkah kau bosan mendorong batu dan menggeleincirkannya kembali?”
Ia menggeleng. “Jika aku bosan, maka aku telah berhenti mendorong batu-batu itu.”
Dan memang, belum pernah kudengar berita Sisipus berhenti mendorong batu ke atas bukit.
“Ah, alangkah menyedihkan nasibmu.”
“Nasib mana?”
“Kerja kerasmu sia-sia begitu batu yang kaudorong ke puncak, kembali bergulir ke lembah.”
“Sedih atas itukah engkau? Oh, sungguh! Andai kau tahu, aku tak pernah sedih dengan tergenlincirnya batu-batu. Sebab, jika ia kokoh bertengger di puncak sedangkan aku masih hidup, apa yang akan kulakukan lagi? Jika ia bertengger di puncak, maka itu akan membuat aku berhenti.”

----

Begitulah Sisipus yang sepanjang hidupnya mendorong batu. Ia tak boleh bosan mendorongnya, sebab itu akan membuat ia tidak melakukan pendakian. Ia juga tidak boleh menggerutui batu yang menggelinding kembali ke lembah. Sebab jika batu itu berdiam di puncak, tak akan ada lagi yang kan didorongnya.
Sisipus adalah kita. Mendorong batu adalah hakikat ibadah. Menggelincir ke lembah adalah fluktuasi keimanan.
Menjadi futur bukanlah aib, meski bukan pula sesuatu yang layak untuk dinikmati dan dibanggakan. Tapi, itu sebuah proses pencapaian ibadah.
Futur adalah sebuah keniscayaan agar hakikat kita sebagai hamba itu terdefinisi.
Jika manusia telah tak lagi futur, sampailah ia pada ujung umur.
Diberi-Nya kita futur agar kita kembali memulai proses. Seperti Sisipus yang kembali mendorong batu ke puncak bukit.
Futur hakikatnya sebuah kepercayaan dari-Nya agar kita memulai lagi sebuah pendakian.

sumber :www.saktiwibowo.multiply.com (dengan sedikit penambahan)



Selengkapnya...

Selasa, 24 Februari 2009

Nonton Bioskop

Ini bukan judul lagunya alm.Benyamin S yang cukup terkenal di era tahun 80’an (bener ga sih tahunnya) itu lho.... Ini beneran pengalaman nonton bioskop, pengalaman pertama semenjak aku dewasa.

Sebenernya aku berazzam ga mau nonton ke bioskop, sebagus apapun filmnya. Buatku lebih baik menunggu sampai VCD nya keluar dan nonton di rumah sendiri. Aku punya alasan tersendiri menganai hal ini, kawan.... Salah satunya aku tidak merasa cukup nyaman masuk bioskop dengan jilbab rapi seperti yang biasa aku kenakan sepuluh tahun terakhir. Aku ga mau dijadikan referensi dan justifikasi bagi orang lain; mbak itu aja nonton ke bioskop. Hiiiiiii.....takuuut..!! Emang sih ke bioskop ga haram (selama film yang ditonton juga film yang ga haram dilihat), tapi gimanaaaaa gituuuu......ga nyaman aja.
Kembali pada pengalaman pertamaku nonton bioskop; sehari sebelum pulang ke Pontianak setelah test di kejagung, teman sekost-an ku minta ditemenin nonton.....bilangnya anak-anak kost-an yang lain pada ikut. Awalnya aku menolak, tapi temanku ini terus saja merayuku setengah merengek. Dasar melankolis, susah banget bilang ”enggak” akhirnya aku menyatakan kesediaanku dengan setengah hati. Kebetulan aku belum nonton film ’Laskar Pelangi’ tapi ternyata teman-temanku yang akan pergi bareng udah pada nonton dan mereka pengen nonton film yang lain.
Akhirnya kami pergi ke PH berempat, aku nonton ’Laskar Pelangi’ dan tiga temanku yang lain nonton film barat yang baru keluar. ”Mau dianterin ga mbak?”Euis menawarkan untuk menemaniku masuk ke studio 3 karena film yang akan dia tonton baru akan dimulai 15 menit lagi. ”Ga usah deh...”, dengan PeDe nya aku menolak tawaran Euis, ga maksud apa-apa sih....tapi ga tau kenapa aku menolak tawaran itu padahal seperti yang aku katakan tadi, it’s my first time!! Tapi aku ga bilang-bilang ke yang lain. Dulu waktu kecil bisa dibilang aku cukup sering nonton ke bioskop tapi saat itu aku belum ngerti apa-apa, taunya udah duduk di kursi bareng kedua orang tuaku. Dan saat itu, dengan PeDe nya aku masuk studio sendirian...walhasil aku bingung sodara-sodara...dengan kursi yang bersusun begitu banyak, aku musti duduk dimana........??? Karena bingung dan banyak yang duduk berdua-duaan, aku memilih duduk di kursi yang agak belakang, di dekat seorang ibu dan anak kecil. Tempat yang cukup aman, fikirku... tak berapa lama aku duduk di tempat itu, ada serombongan remaja menuju ke arah tempat dudukku dan tampak sedikit bingung sembari melihat tiket masuknya. Kemudian salah seorang diantaranya bertanya; ”maaf, mbak nomor berapa?” tergesa kuambil tiket dari tasku. ”E 17” jawabku perlahan. ”ooo....E 17 di situ mbak” katanya, sambil menunjuk ke arah depan”. ”ooooo gitu, maaf ya...makasih” ujarku menahan malu. Aku pindah ke nomer 17 beberapa baris di depan kursi yang kududuki semula, singkatnya karena hanya memperhatikan nomer tanpa melihat baris kursinya aku harus nebelin muka, karena beberapa kali salah duduk. Tengsiiiiin abiizzzz.....!!!!
Tapi sayangnya penderitaanku belum selesai sampai pada menahan malu tapi berlanjut menahan pegel, karena baru setengah jam nonton aku merasakan hal yang tidak enak. Badanku rasanya pegel semua karena duduk mulu...ga bisa ngapa-ngapain, beda dengan nonton di rumah. Capek duduk bisa rebahan, capek rebahan bisa miring sana-sini. Alhasil aku ga bisa menikmati film yang bagus ini sepenuhnya, aku kapook buangeet deh nonton bioskop. ”Ini pertama dan terakhir”, batinku. Udik banget ya?! Tapi bagiku mungkin ini ”sentilan” Allah karena mengingkari janji pada diriku sendiri. Wallahu’alam wastaghfirullah....

Selengkapnya...

Minggu, 22 Februari 2009

Single Happy

mereka bilang aku pemilih dan kesepian
terlalu keras menjalani hidup
beribu nasehat dan petuah yang diberikan
berharap hidupku bahagia


reff:
aku baik baik saja
menikmati hidup yang aku punya
hidupku sangat sempurna
I'm single and very happy
mengejar mimpi mimpi indah
bebas lakukan yang aku suka
berteman dengan siapa saja
I'm single and very happy

mereka bilang sudah saatnya karena usia
untuk mencari sang kekasih hati
tapi kuyakin akan datang pasangan jiwaku
pada waktu dan cara yang indah

back to reff:

waktu terus berjalan tak bisa kuhentikan
kuinginkan yang terbaik untuk hidupku

back to reff:

By :
Oppie Andaresta Selengkapnya...

Hopefully

Entah kenapa tapi belakangan ini hatiku berdebar-debar. Kegelisahan yang bergulir seiring waktu yang berjalan. Hey...jangan pandang aku dengan tatapan penuh curiga seperti itu, aku tak sedang jatuh cinta.

Hatiku mulai berdebar ketika mengetahui kejelasan jadwal tentang waktu Diklat Teknis Administrasi Kejaksaan, yang akan aku lalui bulan depan selama dua pekan.
Tak sabar rasanya menanti akhir masa diklat karena saat itu aku akan menerima Surat Keputusan dan juga mengetahui di mana aku akan ditempatkan kelak. Ada perasaan yang aneh, entahlah.... Jawabannya akan kuketahui di penghujung Maret. Penghujung bulan yang akan menentukan langkah kaki di hari-hari selanjutnya. Penghujung Maret yang akan mempengaruhi sebagian besar sendi-sendi kehidupanku. Di mana pun, semoga yang terbaik untuk dunia dan akhiratku... semoga membawa keberkahan, semoga...!!
Selengkapnya...

Kamis, 19 Februari 2009

Pemimpin; Cerminan Masyarakat

Bahasan mengenai “Ketersinggungan Anggota DPR RI” di Editorial Media Indonesia yang di tayangkan Metro TV tadi pagi menarik perhatianku yang belakangan cukup bosan dengan pemberitaan perihal kaum elite negeri ini yang seolah (atau memang) tidak punya etika.

Tapi bukan tentang moralitas pemimpin negeri ini yang ingin kucermati, karena rasanya rakyat negeri ini sudah mengetahui kelakuan mayoritas para anggota dewan yang “terhormat” itu. Korupsi, skandal dengan WIL, adu jotos di ruang sidang, dan segudang tindakan tak terpuji lainnya (dalam posisinya sebagai maupun di luar posisinya sebagai anggota DPR) telah menjadi “tontonan” keseharian rakyat negeri ini.
Inilah potret carut marut pemimpin negeri ini, kawan…. Tapi apakah semua ini murni kesalahan mereka? Bukankah kita, rakyat yang merupakan bagian dari kesatuan bernama Negara ini yang telah memilih mereka? Inilah cermin dari rakyat negeri, masyarakat kita, kawan… karena kualitas pemimpian negeri ini adalah cerminan kualitas masyarakat yang notebenenya adalah masyarakat yang telah memilihnya. Anggota masyarakat yang berkualitas tentunya tidak akan pernah memilih pemimpin yang tidak berkualitas. Mereka pasti akan melihat bibit, bebet dan bobot calon wakil rakyat yang dengan suaranya akan dihantarkan menuju sebuah institusi Negara yang menempatkannya sebagai pengmbil kebijakan untuk nasib anak-anak di negeri ini. Seorang anggota masyarakat yang mempunyai kualitas kepribadian yang mengesankan tentunya tidak akan memilih calon wakil rakyat yang tidak memiliki attitude, yang selalu menggunakan cara-cara premanisme sebagai alat kekuasaan.
Mari kita coba mengingat kembali, siapa orang yang kita pilih pada pesta demokrasi yang berlangsung lima tahun silam. Dan lihatlah bagaimana kinerja dan sikapnya selama lima tahun mengemban amanah yang kita percayakan pada mereka, apakah mereka termasuk anggota dewan yang bermasalah? Jika tidak, maka bersyukurlah ternyata mereka tergolong yang amanah, berusaha dengan sekuat tenaga untuk memperjuangkan kesejahteraan dan perbaikan bagi rakyat negeri ini. Tapi jika anggota dewan yang telah kita berikan kepercayaan melalui satu suara yang kita masukkan pada bilik suara ternyata termasuk dalam kelas Taman Kanak-kanak yang lebih sering masuk televisi bukan karena prestasinya tetapi karena dosa-dosa pengkhianatannya terhadap amanah rakyat, belum terlambat untuk memperbaiki kesalahan yang pernah kita lakukan. Masih ada waktu untuk melihat kembali calon-calon wakil rakyat yang ada saat ini, mencermati dan mengamati denga seksama, mana yang memiliki bibit, bebet dan bobot yang layak untuk dipilih.
Percayalah, kawan….golput (tidak memilih) bukan solusi dari keterpurukan negeri ini, negeri yang telah dibebaskan dengan darah para pejuang yang ikhlas. Mari kita bantu ibu pertiwi untuk bangkit dan menghapus air matanya dengan turut serta memilih pemimpin yang dapat dipertanggungjawabkan dunia maupun akhirat. Jangkan pernah patah arang akan kejayaan negeri ini. Dan bangkitlah, negeriku….karena harapan itu masih ada dan akan selalu ada. Harapan negeri ini sekarang ada di tangan kita, pada pilihan yang akan kita tetapkan pada pesta demokrasi yang akan segera dilangsungkan negeri ini.

Selengkapnya...

Rabu, 18 Februari 2009

5 Cm

“Jadi kalo kita yakin sama sesuatu, kita Cuma harus percaya, terus berusaha bangkit dari kegagalan, jangan pernah nyerah dan taruh keyakinan itu di sini….” Zafran meletakkan telunjuk di depan keningnya.

“Betul…banget. Taruh mimpi itu di sini…” Genta melakukan hal yang sama.
“Juga keinginan dan cita-cita kamu,” ujar Arial.
“Semua keyakinan, keinginan, dan harapan kamu…,” Riani berkata pelan.
“Taruh di sini...,” Dinda ikut meletakkan telunjuk di depan keningnya.
Muka Ian tampak menyala, matanya mengkilat diterangi cahaya api unggun. “Betul! Begitu juga dengan mimpi-mimpi kamu, cita-cita kamu, keyakinan kamu, apa yang kamu maukejar taruh di sini.: Ian membawa jari telunjuknya menggantung mengambang di depan keningnya….
“Kamu taruh di sini…jangan menempel di kening.
Biarkan….
Dia…
Menggantung….
Mengambang…..
5 centimeter….
Di depan kening kamu…….”
“Jadi dia nggak akan pernah lepas dari mata kamu. Dan kamu bawa mimpi dan keyakinan kamu setiap hari, kamu lihat setiap hari, dan percaya bahwa kamu bisa. Apa pun hambatannya, bilang sama diri kamu sendiri, kalo kamu percaya sama keinginan itu dan kamu nggak bisa menyerah. Bahwa kamu akan berdiri lagi setiap kamu jatuh, bahwa kamu akan mengejarnya sampai dapat, apa pun itu, segala keinginan, mimpi, cita-cita, keyakinan diri….”
“Biarkan keyakinan kamu, 5 centimeter menggantung mengambang di depan kening kamu. Dan…..sehabis itu yang kamu perlu… Cuma…..”
“Cuma kaki yang akan berjalan lebih jauh dari biasanya, tangan yang akan berbuat lebih banyak dari biasanya, mata yang akan menatap lebih lama dari biasanya, leher yang akan lebih sering melihat ke atas.”
“lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari baja…..”
“Dan hati yang akan bekerja lebih keras dari biasanya…..”
“Serta mulut yang akan selalu berdoa….”
“Dan kamu akan dikenang sebagai seorang yang masih punya mimpi dan keyakinan, bukan seonggok daging yang hanya punya nama. Kamu akan dikenang sebagai seorang yang percaya pada kekuatan mimpi dan mengejarnya, bukan seorang pemimpi saja, bukan orang biasa-biasa saja tanpa tujuan, mengikuti arus dan kalah oleh keadaan. Tapi seorang yang selalu percaya akan keajaiban mimpi keajaiban cita-cita dan keajaiban keyakinan manusia yang tidak terkalkulasikan dengan angka berapa pun…. Dan kamu nggak perlu bukti apakan mimpi itu akan terwujud nantinya karena kamu hanya harus mempercayainya.”

dikutip dari novel berjudul sama

Selengkapnya...

Jumat, 13 Februari 2009

Cantik Tapi Koq Pelit

Setiap kali melewati perempatan lampu merah dan melihat gepeng (gelandangan dan pengemis) aku selalu teringat sebuah moment ketika aku dan seorang teman berjalan di jembatan penyebrangan di dekat terminal Baranangsiang sepulang dari Kebun Raya Bogor pada sebuah sore yang teduh dan sejuk. Ketika melewati jajaran pengemis menuju jembatan penyebrangan dia merogoh sakunya dan memberikan uang kepada beberapa pengemis yang kami lewati, beberapa saat kemudian dia menyikut (atau mencubit?lupa...) sambil berkata; ”cantik-cantik koq pelit sih”. Shock juga sih dikatain pelit.....

Tentunya hak temanku untuk menilai aku pelit, tapi aku juga punya sikap yang harusnya juga dihargai dalam menghadapi fenomena sosial yang satu ini. Pastinya semua orang juga punya pendapat dan sikap yang berbeda-beda. Kita mungkin masih ingat wacana (atau rancangan Perda?) yang melarang untuk memberikan uang kepada pengemis di jalan-jalan, tentu saja wacana (atau rancangan Perda?) itu menimbulkan pro dan kontra. Aku sendiri termasuk yang pro pada wacana tersebut.
Banyak alasan yang mendasari keberpihakanku pada wacana (atau rancangan Perda?) tersebut. Pertama; meminta-minta adalah perilaku yang mencerminkan rendahnya harga diri seseorang. Bayangkan saja jika banyak warga negara kita yang mentalitasnya seperti itu padahal mereka masih bisa dan sanggup bekerja. Kedua; lebih baik memberikan kail daripada memberikan ikan, ketika kita memberi uang kepada pengemis di jalan-jalan maka sesungguhnya kita tengah menjerumuskan mereka pada sesuatu yang bernama kebergantungan kepada orang lain. Menjauhkan mereka dari kemandirian dan ketelatenan dalam berusaha. Ketiga; banyak di antara para pengemis itu ternyata orang yang berkecukupan, bukan orang yang kepepet udah ga bisa kerja lagi. Di kampungnya mereka punya rumah pribadi yang sangat layak huni, ada parabolanya pula...menggunakan perhiasan emas dan lain sebagainya. Jadi aku tidak ingin mengeluarkan uang sesen untuk orang yang salah atau setidak-tidaknya kurang tepat.
Memang mereka sendiri yang bertanggungjawab kepada Allah jika mereka melakukan kebohongan, tapi kita turut andil dalam membentuk mentalitas warga masyarakat yang tidak mandiri dengan memberi ikan bukannya kail. Rasanya akan lebih bermanfaat jika rupiah demi rupiah yang ingin kita berikan pada orang-orang yang membutuhkan itu dikelola oleh lembaga zakat atau apalah bentuk dan namanya agar lebih terorganisir dan penyalurannya lebih bermanfaat jika berbentuk modal usaha dengan bimbingan dan pemantauan yang baik sehingga mereka yang ingin kita bantu ini bisa lebih berdaya. Bukankah kebaikan yang terorganisir itu lebih baik daripada yang tidak? Dan bukankah dalam Islam juga diajarkan untuk memberi kail, bukan ikan?


”mengenang seorang teman yg mgkn udah lupa peristiwa ini"

Selengkapnya...

Kamis, 12 Februari 2009

Belajar Dari Mentari

Duhai mentari, ajari aku tentang keta’atan.
Seperti taatmu menjalani perintah perintah Pemilik Alam untuk selalu terbit seiring fajar dan kembali ke peraduanmu bersama senja...


Begitu setiap hari, pada waktu dan tempat yang sama kecuali kelak di satu hari saat engkau menerima titah yang berbeda dari biasanya....
Ketaatan mutlak tanpa bantahan atas titah Sang Raja...
Duhai mentari, ajari aku mengenai keikhlasan....
Seperti ikhlasmu mendengar keluh dan cerca manusia karena terikmu saat mencapai siang, padahal setiap hari mereka memanfaatkanmu, mengambil kentungan darimu...namun engkau tak pernah marah atau bahkan meminta imbalan atas apa yang telah kau berikan selama umur bumi ini.
Padahal engkau bisa saja marah, merajuk...dan meminta pada Tuhanmu tuk tak bertugas sehari saja agar manusia-manusia yang tak pandai bersyukur itu tau betapa berharganya engkau...
Keikhlasan yang hanya mengharap ridho dan kecintaan Sang Pemilik...
Duhai mentari, ajari aku mengenai kesetiaan....
Seperti setiamu pada bumi tuk terangi penghuninya sebagai bukti setiamu pada Sang Kreator tata surya. Kesetiaan yang tulus sebagai bukti ketaatan, kesetiaan yang tak lapuk oleh zaman yang kian jalang... kesetiaan yang tetap kokoh meski diterjang badai, engkau tetap setia di sana meski awan kelabu menghalangi hangat sinarmu.

Selengkapnya...

Senin, 02 Februari 2009

Pasrah Itu....

Pasrah itu menerima apapun hasil yang telah kita perjuangkan, bukan menyerah seolah tanpa daya ketika kegagalan demi kegagalan menjadi bagian dari proses penempaan diri...

Pasrah itu bangkit dan kembali berjuang menyongsong kemenangan, kesuksesan atau apapunlah namanya, ketika kita terjatuh dan terluka dalam sebuah pertempuran.
Pasrah itu bukan berarti kita tak boleh menangis dan merasa kecewa atas sebuah kegagalan atau kekalahan, namun kita tak boleh larut dalam tangis dan kecewa yang berkepanjangan karena akan menyurutkan langkah dan mematikan semangat, menggerus diri secara perlahan namun pasti dan akhirnya membuat kita menjadi manusia tanpa mimpi, tanpa asa.....
Pasrah itu tetap mencoba tersenyum meski hati menangis, tersenyum untuk menjemput kebahagiaan, kemenangan atau apapunlah namanya. Karena senyum adalah pesan kebahagiaan yang paling cepat sampai ke hati.
Pasrah itu adalah obat mujarab yang akan mendatangkan keajaiban-keajaiban tak terduga dari Sang Pemilik Kehidupan, karena berarti kita tengah berusaha mencintai, mensyukuri dan berbaik sangka atas apapun yang Dia berikan untuk kita.

lautbiroe@mencoba pasrah

Selengkapnya...