"selamat membaca tulisan yang disuguhkan tuk semua pembelajar sejati yang mengunjungi blog sederhana ini, thank's for visiting my blog"

Kamis, 29 Juni 2006

Jikalah Pada Akhirnya...

Jikalah luka dan kecewa akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa meski dibiarkan meracun jiwa.
Sedang ketabahan dan kesabaran adalah lebih utama

Jikalah kebencian dan kemarahan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti diumbar sepenuh jiwa
Sedangkan memaafkan dan menahan diri adalah lebih berpahala

Jikalah cinta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa meski ingin memiliki dan selalu bersama
Sedang memberi akan lebih banyak menuai arti

Jika hidup akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti diisi dengan kesia-siaan belaka
Sedang ketegaran akan lebih indah dikenang nantinya

Jika kesedihan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa tidak dinikmati saja
Sedang ratap tangis tidak dapat mengubah apa-apa

Jika kesalahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti tenggelam didalamnya
Sedang taubat itu lebih utama

Jika harta akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti ingin dikukuhi sendiri
Sedang kedermawanan itu akan melipat gandakannya

Jika kegagalan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti menghantui jiwa
Sedang usaha dan ketabahan justru memberikan manfaat

Jika kekurangan dan kelemahan akan menjadi masa lalu pada akhirnya
Mengapa mesti terus disesali
Sedang bersyukur akan memberi nikmat dan kekuatan

Lakukanlah yang terbaik yang bisa kau lakukan
Karena waktu dan kesempatan tidak bisa di tebak

Sumber: http://arridho81.blogs.friendster.com/my_cyber_news/2006/06/jikalah_pada_ak.html

Selengkapnya...

Rabu, 28 Juni 2006

Pahlawan Itu Terluka, Bukan Karena Peluru Musuh

Dia adalah seorang pemuda yang sangat cemerlang gagasannya dan gigih dalam perjuangan dengan amanah dakwah yang cukup berat, setidaknya itulah yang saya tahu. Meskipun sedikit emosional, tapi untuk ukuran orang muda menurut saya dia adalah orang yang mengagumkan. Dia adalah salah satu dari sekian banyak mujahid dan mujahidah yang dapat dikatakan sebagai pahlawan, setidaknya jika dia belum menjadi pahlawan besar saat ini saya yakin dia akan menjadi pahlawan besar di masa depan karena memang dia memiliki potensi untuk itu. Dan saya bangga mengenalnya, dia tidak hanya seorang sahabat tapi juga guru untuk saya –meskipun mungkin dia tidak menyadari bahwa saya belajar banyak darinya- Keterlukaan yang Tragis


Kini pahlawan itu terluka, dia tengah tertatih untuk dapat tetap tegak berdiri memegang panji-panjiNya. Dia tersaruk untuk dapat tetap berada dalam rombongan perang, agar dia tak tertinggal barisan jundullah yang terus maju menghadapi musuh. Namun sangat disayangkan, sang pahlawan bukan terluka karena peluru maupun senjata musuh lainnya. Dia justru terluka oleh hawa nafsunya sendiri!!! Pahlawan itu harus terluka hanya karena seorang wanita, dia tertatih karena cinta yang tidak pada tempatnya, dia tersaruk justru karena menuruti nafsunya sendiri..!!! Bagaikan pahlawan yang mati bukan oleh senjata musuh, tapi karena sakit flu. Tragis…..
Dan ketika pahlawan tersebut adalah orang yang kita kenal, bahkan dapat dikatakan seorang sahabat. Seorang yang memberi anda banyak pelajaran, tentu anda akan merasa sangat kecewa, begitupun saya. Hampir tidak percaya mendengar orang yang saya kagumi, seorang da’I mengeluarkan sapaan mesra –yang tak layak diucapkan- kepada wanita yang bukan mahromnya. Hati ini teriris melihat saudara seiman yang begitu dipercaya berjalan berdua dengan wanita yang bukan mahramnya. Saya merasa begitu marah dan terhina, sangat terhina!!!!!! Jika dia bukan orang shalih, mungkin saya tidak akan semarah ini!! Seumpama dia bukan seorang da’I, mungkin saya tidak akan merasa terhina seperti sekarang ini!!
Bukan Malaikat
Kita memang bukan jama’ah malaikat, kita adalah jama’ah manusia biasa yang juga sangat mungkin melakukan kesalahan. Tapi ketika kita melakukan dosa, tidakkah keimanan meskipun sedikit membuat kita takut untuk melanggar perintahnya..?! Rabb….pantaslah jika Baginda Rasul bukan merasa takut dikalahkan oleh musuh, tapi Beliau merasa takut kalah dalam perang karena para mujahid yang melakukan dosa dan dengan itu Allah tidak memberikan keberkahan berupa kemenangan.
Kita memang bukan malaikat, pun saya bukan orang suci yang tak pernah melakukan kesalahan. Tapi apakah hal itu dapat dijadikan justifikasi atas dosa dan kesalahan yang kita lakukan…?!?
“maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya” (QS. As-Syams: 8-10).
Kembali Pada Allah
Sesungguhnya hidayah itu sangat sulit didapatkan dan lebih sulit lagi untuk mempertahankan hidayah yang telah Allah berikan. Dahulu kita tertatih untuk mendapatNya dan dengan begitu banyak pengorbanan kita menempa diri untuk dapat menjadi hamba yang patut dibanggakan olehNya, namun kini setelah hidayah itu Allah berikan kita melepaskannya begitu saja. Kita tidak menjaga agar Allah tetap memandang kita layak mendapatkan hidayah itu. Menyadari kesalahan adalah langkah awal yang menguntungkan dan bertaubat serta berazam untuk tidak melakukan dosa itu lagi adalah langkah kedua yang revolusioner untuk menyelamtkan diri dari kemurkaan Allah. Dan semoga kita adalah termasuk orang yang Allah jaga selalu dalam kebaikan dan hanya disibukkan oleh hal-hal yang baik. Tak ada kata terlambat untuk kembali dalam rengkuh cintaNya, selama nyawa masih berada dlm jasad, bersegeralahh.....
Wallahu’alam wastaghfirullah

kamarbiroekoe,280606_09.34pm
Yaa Rahman, berilah hidayah kepada saudaraku tersebut. Jika amal dakwah yang ia lakukan selama ini merupakan kebaikan, gantikanlah dengan hidayah dan keistiqomahannya di jalan ini.
Yaa Aziz, berilah saudaraku tersebut kekuatan untuk melepaskan diri dari jeratan syaitan, dan peliharalah ia dari segala macam keburukan serta jagalah ia selalu dalam cinta dan ridho-Mu.
Rabb….jangan jadikan saudaraku tersebut bagian dari orang-orang merugi yang memutuskan berhenti dari dakwah ini, jangan jadikan ia golongan orang-orang terlempar keluar dari perjuangan ini.
Rabb…hamba titipkan saudaraku tersebut padaMu, Engkaulah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Pemberi pertolongan

Selengkapnya...

Selasa, 27 Juni 2006

My Poem

Sosok revolusioner itu ada padanya,
tak dapat kupungkiri pesonanya begitu menggoda,
sejenak ku terhenyak…..
ada asa jauh di relung hati
Sebuah tanya menghentak kesadaran,
pantaskah asa itu ada..?!


Rabb, diakah Sang Revolusioner yang Kau tetapkan untuk-ku..?!
yang selalu menjadi harap dalam setiap munajatku
Ehmm…dia memang sosok yang revolusioner, dan mungkin dia salah satu
dari sekian banyak yang baik
tapi belum tentu dia lelaki terbaik yang telah Ia tetapkan untuk-ku.
Jika ia memang yang terbaik yang telah Dia tetapkan,
niscaya ia juga akan datang dengan cara yang baik, yang bersih

Ya Wadud….peliharalah hati ini, hanya untuk sang revolusioner-ku seorang kelak, ketika saatnya tiba.
Ya Rabbul Izzati, sampaikan salamku pada sang revolusioner-ku, yang entah siapa dan di mana ia berada.
Peliharalah ia dari sgala macam keburukan, jagalah ia selalu dalam kebaikan dan selalu sibuk dengan dakwah…
Rabb…jikalau ia jauh, maka dekatkanlah. Jikalau ia dekat, maka sampaikanlah waktunya. Satukanlah kami dengan jalan yang bersih, sehingga menjadi barokah segala sesuatunya….
Selengkapnya...

Jadilah Seperti Mawar

Saya merasa sangat marah dan terhina ketika seorang akhwat dengan terisak mengatakan bahwa ia jatuh cinta dan awal dari VMJ itu adalah karena mereka sering curhat. Si ikhwan sepertinya memberi harapan mbak, tapi ternyata dia juga melakukan hal yang sama ke akhwat lain. Bahkan dari cerita temennya saya tau, si ikhwan sering bersapa mesra dengan akhwat lain itu dengan sebutan “sayang”. Saya merasa “patah” mbak, tuturnya terbata.
Entah siapa yang memulai, tapi akhirnya si akhwat merasa sangat nyaman “berbagi” kepada si ikhwan yang selalu dapat meberikan solusi bagi permasalahannya. Lama-kelamaan si akhwat merasa si ikhwan memberikan “harapan” padanya. Entah si akhwat yang gede rumangso, gede rasa atau si ikhwan yang memang senang tebar pesona, memberi harapan ke semua akhwat yang ditemui-nya.

Entah siapa yang patut di salahkan, tapi yang pasti kedua belah pihak harus instrospeksi diri, kenapa rasa itu bisa ada. Jatuh cinta memang bukan aib, rasa cinta adalah anugerah indah dari Allah hanya saja ia akan menjadi bencana jika tidak ditempatkan pada tempat dan waktu yang semestinya.

Ketahuilah ukhti, bagi seorang laki-laki kecenderungan untuk melindungi sangat besar. Jikalau anti datang pada seorang ikhwan dengan segenap permasalahan untuk diceritakan, lama-kelamaan ia akan merasa sangat dibutuhkan dan mungkin tanpa sadar ia terjerat nafsu dan mulai “menawarkan” mimpi-mimpi. Karenanya duhai ukhti, jadilah seperti bunga mawar di jalan dakwah ini. Ia indah tapi dia bisa menjaga dirinya dengan pertahanan yang ia miliki. Akhwat bukan makhluk tak berdaya yang tidak bisa apa-apa, mungkin terkadang kita butuh pertimbangan ikhwan sebagai seorang yang lebih rasional tapi jangan jadikan itu kebiasaan sehingga setiap permasalahan harus di sharingkan ke ikhwan. Pun jika terpaksa meminta pendapat lawan jenis, jangan selalu meminta pendapat pada satu orang. Itu hanya akan menjebak dirimu sendiri ukhti….

Sedangkan kalian, wahai akhi…. jadilah seorang ksatria! Jangan pernah jadi pengecut apalagi pecundang dalam dakwah ini. Jikalau memang kalian merasa siap menikah, maka bersegeralah. Jangan pernah “menawarkan mimpi” pada akhwat, memberikan sesuatu yang tidak pasti. Katahuilah akhi, bahwa perasaan akhwat itu sensitive dan mudah tersentuh. Jangankan oleh perkataan yang puitis, dengan perhatian pun ia bisa luluh.

Sudah cukup banyak pekerjaan umat ini, jangan lagi ditambah dengan permasalahan moral para da’I yang semakin hari semakin memprihatinkan. Kita memang bukan malaikat yang tak pernah melakukan kesalahan, tapi ketika kita bergabung dalam barisan dakwah ini maka saat itu kita telah berazam untuk menjadi manusia-manusia langit, sosok manusia yang mempunyai orientasi langit dan hanya Pemilik Langitlah satu-satunya tujuan.

Diri kita sendirilah yang paling mengetahui kondisi hati dan apa kelemahannya, maka jangan sesekali bermain api. Memang di anjurkan menjaga silaturahim dan ukhuwah tapi jika persahabatan yang terjalin malah membuat kita jauh dari Allah, berkah apa yang dapat kita ambil dari sebuah ukhuwah (persahabatan karena Allah)…?!?! Ingatlah wahai saudara ku bahwa syaitan selalu menanti celah di mana kita lengah, musuh terlaknat itu selalu siap menikung kita di setiap belokan.

**

Ya Wadud….jagalah hati ini, hanya Engkau cinta tertinggi. Kalaupun mencintai ia yang berhak di cintai, maka jadikan cinta itu karenaMu dan jangan sampai cinta kepadanya melebihi cinta kepadaMu.

Ya Ghaffar…..ampuni jika kaki ini pernah tergelincir, mengatasnamakan ukhuwah untuk menuruti hawa nafsu. Menikmati rasa yang tak berhak dan tak halal untuk dinikmati.

kamarbiroekoe, 260606_10.35PM@kecewakuThd SeorangSahabat

Sobat, sudah…putuskan saja rantai syaitan yang menjeratmu! Memang bukan hal yang mudah, aku tau itu sulit tapi akan lebih mudah jika kau MAU memutuskan semua hal yang membuat terjerat. Jika mmng itu terlalu sulit bagimu, istikharahlah…tanyakan pada Allah apakah ia mmng yang terbaik untuk-mu. Jika jawabannya iya, maka akhiri semua ini dengan sesuatu yang dihalalkanNya. Meski jujur sebagai da’I, aku kecewa tapi bukan berarti aku benci padamu, sobat. Kau tetap sahabatku dan justru karena itu tulisan ini ada.

Selengkapnya...

Sabtu, 17 Juni 2006

Life is Begin

Aku tertegun ketika pesan singkat dari Ketua Departemen Kebijakan Publik -yang notebene-nya adalah mas’ul-ku- membuat HP berbunyi. Isi pesannya, beliau meminta maaf atas segala kesalahan selama berinteraksi dan PAMIT coz besok beliau harus pergi ke Sanggau. Yup, beberapa waktu lalu beliau diterima sebagai PNS dan menunggu penempatan. Dan ternyata SK-nya udah keluar. Life is begin, batinku.

Beberapa bulan belakangan banyak membuatku merenung, bahwa kini kita menghadapi dunia yang sebenarnya. Satu per satu ikhwah yang se-angkatan memulai “hidup”-nya. Ada yang kerja di luar kota, ada yang nikah trus ikut suaminya ke luar kota or else lah… Pasca kampus merupakan sebuah fase mendebarkan, setidaknya buatku. Karena di fase ini idealisme kita di uji, apakah kita memang kokoh atau kita kokoh karena lingkungan kita seperti itu. Bahkan pernah dalam sebuah diskusi dengan adik tingkat, beliau “nantang” kakak-kakaknya dengan mengatakan “akhwat-akhwat kaya’ kakak-kakak nih ana yakin, setelah nikah pasti ilang dari peredaran. Cobelah (baca: cobalah) liat kakak-kakak ’98, siape sih sekarang yang jadi tokoh?! Kite liat jak nanti kakak nih kaya’ mane (baca: kita lihat saja nanti kk gimana)…”.

Jika ketika masih di kampus ada salah satu teman kita menghadapi masalah, yang lain pasti cepat merespon agar masalahnya tidak berpengaruh pada kondisi ruhiyahnya, saling menguatkan (ukhuwah itu indah buanget ya, guy’s?!). Tapi ketika pasca kampus, kita tidak berada pada komunitas dominan yang bisa mem-back up diri. Kita dituntut untuk bisa survive dan memang tarbiyah mencetak kader yang bisa tarbiyah dzatiyah.

Ffffhhh……nulis apa lagi ya, koq jadi pengen nangis! Sedih, terharu, tau’ ah gelap…. Inget pertama kali gabung di LDK, kenal sama ikhwah laen, inget kalo’ pas berantem, inget suka dan dukanya ngelola dakwah kampus, jadi solid dengan ikhwah se-angkatan, eh…trus sekarang satu per satu pisah….. ihiks….ntar ketemu lagi udah pada bawa anak, ada yang jadi dewan (kali..). Duh, ga kuat lagi mau mikir, emosio-nya lebih dominan…… udahan aja, eh….my poem;

Rabb…..sampaikan pada sahabat-sahabatku dengan caraMu yang paliing indah, bahwa aku sangat mencintai mereka karenaMu.
Rabb…jagalah aku dan sahabat-sahabatku agar tetap istiqomah di Jalan dakwahMu, meski badai menerpa…
Rabb…hilangkan keragu-raguan dari dada ini, hilangkan kekerdilan dari jiwa kami, gantikanlah dengan semangat dan azzam serta kerindu-an untuk berjumpa denganMu
Rabb…berilah aku dan sahabat-sahabatku kekuatan untuk meneruskan risalah Rasul yang mulia
Rabb…..sampaikan pada sahabat-sahabatku dengan caraMu yang paliing indah, bahwa aku sangat mencintai mereka karenaMu.
Satukan kami dalam keta’atan, dalam keimanan padaMu. Pertemukanlah kami kelak di JannahMu bersama Rasulullah, para sahabat mulia dan orang-orang mukmin sebelum kami.
Rabb…..kabulkan pinta hambaMu ini….

Selengkapnya...

Senin, 12 Juni 2006

Pelukis dan Melukis

“Seorang pelukis membutuhkan cat untuk membuat lukisan yang indah , dengan gradasi semburat warna membuat lukisannya tampak nyata. Pilihan corak dan goresan-goresannya kadang hanya berawal dari sebuah inspirasi sederhana”. Seorang teman memberiku nasehat melalui sms, yang kurang lebih begitulah bunyinya.
Awalnya sulit memaknai taujih yang diberikannya, apa yang ingin ingin disampaikan melalui taujih itu. Ketika dimintai penjelasan pun sang pengirim pesan tak memberikan jawaban. Lalu ku coba memaknai taujih itu melalui sudut pandangku sendiri.

Hasil karya pelukis-pelukis besar yang ternama mempunyai nilai yang sangat tinggi. Namun lukisan itu tidak ujug-ujug (ujug-ujug = tiba-tiba, bahasa Jawa) jadi. Seperti menulis, melukis juga membutuhkan proses, mulai dari menentukan tema lukisan hingga menuangkannya menjadi bentuk yang dapat dinikmati oleh semua orang. Dan untuk menentukan tema, kadang sang pelukis mengalami kebuntu-an. Hal-hal kecil yang mungkin biasa-biasa saja terkadang malah dapat menjadi inspirasi hebat yang kemudian menghasilkan karya-karya indah yang dikagumi banyak orang.

Setelah karya indah nan mengagumkan dihasilkan, yang menjadi bintangnya adalah lukisan dan sang pelukisnya. Inspirasi maupun ide awal yang kemudian membuat sang pelukis membuat karya yang indah tak lagi diingat, bahkan orang juga tidak ambil pusing mengenai inspirasi yang melatar belakangi dihasilkannya lukisan tersebut. Salah kah orang berfikir seperti itu? Tidak juga, karena mungkin begitulah sunatullah-nya.

Begitu pun dalam dakwah ini. Tidak semua menjadi sang pelukis yang dapat menghasilkan strategi-strategi dakwah yang cemerlang, harus ada orang-orang yang “hanya” berperan sebagai isnpirasi bagi sang pelukis. Haruskah kecil hati ketika kita hanya mampu menjadi isnpirasi bagi orang lain, yang bahkan kita sendiri tidak menyadarinya..?! Tentu saja tidak, kawan…. Yang harus kita lakukan adalah terus menerus beramal, meski kita bukan bintang utamanya. Jangan pernah berhenti beramal karena meski amal kita masih kurang tepat untuk saat ini, siapa tau amal kita bermanfaat di masa yang akan datang atau bahkan menginspirasi orang lain untuk menghasilkan amal yang sesuai dengan masa yang dihadapi. Dan ingatlah bahwa Allah Maha Adil, Ia tak akan lalai menilai pekerjaan kita. Beramal dan teruslah beramal, karena kita tidak pernah tau amal mana yang kemudian menghantarkan kita pada ke-ridho-an Nya. Wallahu’alam wastaghfirullah.
Selengkapnya...

Pecinta Biru yang Mengharu Biru

Hmmm…..kali ini aku ingin membagi kebahagiaan yang kurasakan. Pertama; aku merasa bahagia karena salah satu ikhwan senior di Badan Kerohanian Mahasiswa Islam di Universitas tempat-ku menimba ilmu beberapa waktu yang lalu akan menikah. Kedua, aku bahagia karena sahabat-ku sejak di SMU juga akan menikah. Dan kebahagiaan ketiga, adalah sahabatku akan menikah dengan abang senior-ku itu.
Mungkin buat orang lain itu adalah peristiwa yang biasa-biasa saja, tapi tidak bagi-ku karena mereka berdua adalah orang yang sangat berarti dalam perjalanan kehidupanku. Si ikhwan adalah qiyadah pertama di organisasi dakwah pertama pula yang pernah ku ikuti. Dengan sabar beliau dan abang-abang serta kakak-kakak yang lain membimbing aku dan teman-teman se-angkatan yang bergabung dalam organisasi tersebut. Yang lebih membuatku terkesan adalah sapaan hangat beliau setiap aku mampir ke secretariat, “gimana di hukum, des..?”(maksudnya, gimana rasanya di fakultas hukum). Sapaan itu selalu memaksaku bercerita dengan disertai isakan, karena pada waktu itu kondisi dakwah di “kampus merah” yang memang paling tidak kondusif di banding fakultas yang lain. Usai mendengar cerita-ku beliau dan senior-senior yang lain pasti memberikan penguatan. Yup! Perhatian sebagai qiyadah terhadap jundi-jundi beliau lah yang membuat aku terkesan dengan ikhwan senior yang satu ini.

Sedangkan si akhwat adalah salah satu teman halaqoh pertama-ku, ia adalah salah satu teman yang tak kenal lelah memotivasi di awal-awal masa hijrah. Ketika halaqoh kami di “segarkan” ternyata Allah mempertemukan kami kembali di tambah lagi kami mendapatkan amanah dakwah yang sama. Tentunya kebersamaan yang terjalin selama lebih dari dua tahun membuat ikatan ukhuwah di antara kami lebih erat. Sahabat-ku sejak SMU kini tinggal si akhwat dan seorang akhwat lagi, lainnya udah mudik ke kampong halamannya masing-masing di Pulau Jawa.

Jadi tidak aneh kan jika aku merasa bahagia hari ini, karena mereka akan menikah….!!! Kehadiran di sebuah acara akad nikah hari ini terasa berbeda, karena kali ini aku berada di dalam kamar pengantin menemani si akhwat (meski seorang lagi sahabat kami ga bisa ikut merasakan kegembiraan ini secara langsung coz ada amanah dakwah di luar kota). Beberapa saat sebelum acara di mulai terdengar suara tar (tar = rebana) yang di tabuh, jantungku yang sejak menemani si akhwat berdetak tak karuan kini berdegup semakin kencang. Lha…koq jadi aku yang deg-degan, tapi memang gitulah penyakitku jika menghadiri akad nikah. Orang lain yang mau nikah, malah aku yang nervous. Gimana kalo’ nanti aku yang nikah ya..?!, batinku……

Ketika ijab-qobul diucapkan sahabatku menangis, si pecinta biru kini tak kuasa menahan haru. Aku pun tak bisa menahan buliran bening yang berloncatan ke luar dari pelupuk mata (bener-bener mengharu biru suasananya, apalagi saat sungkeman…ihiks…). Perjanjian antara mereka berdua dengan Allah telah di ucapkan. Lembar baru membangun peradaban kini telah dimulai… Tak ada hadiah istimewa yang dapat kuberikan pada orang-orang yang kucinta ini kecuali do’a; Barakallahulaka wa baraka ‘alainaka wa jana’a bainakuma fii khairin (semoga Allah memberi berkah dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan).

Untuk Bang Ham dan Dian, selamat berjuang membangun peradaban! Untuk seorang sahabat yang tengah berproses, moga proposal itu adalah jawaban atas munajatmu,ukh… Moga Allah mudahkan prosesnye. laut_biroe@030606
Selengkapnya...

Masa Kecil, Masa Bahagia…..?!

Perjalanan panjang dari Bogor menuju Bandung membuatku tak begitu bersemangat lagi menikmati indahnya pemandangan alam yang terhampar di luar jendela bis. Sayup-sayup terdengar anak kecil dengan suara yang masih agak pelat bernyanyi diiringi kecrek-an. Aku juga ga gitu hafal syair lagu yang dinyanyikan pengamen cilik itu, aku hanya tau kalo’ lagu itu di populerkan oleh Titiek Puspa dan sering ku dengar dalam iklan sinetron di salah satu televisi swasta “Kupu-kupu Malam”, kalo’ ga salah itu judul lagunya.Setelah menyelesaikan reff lagu tersebut, ia melanjutkan pada lagu selanjutnya yang aku tak tau judulnya tapi dari irama yang ku dengar sepertinya lagu dangdut. Innalillah….syair-nya genit buangeet! Entahlah….apakah si pengamen cilik itu mengerti atau tidak arti dari syair-syair lagu yang ia nyanyikan, tapi hati ini terasa begitu teriris. Sedih karena di usia yang begitu dini, ia harus susah payah turun-naik bis untuk mengamen demi mendapatkan tambahan uang. Sedih karena harusnya di usianya sekarang, ia mulai menghafalkan huruf hija’iyah atau do’a-do’a harian tapi….ia justru lebih hafal syair lagu yang membuat-ku sakit perut mendengarnya.

Jika mengingat masa kecil sering kali membuat kita tersenyum sendiri karena masa itu adalah salah satu masa yang membahagiakan, begitu pula masa kecil buatku. Aku masih ingat saat masih kecil, setiap sore bapak mengajakku jalan-jalan menggunakan motor ke alun-alun Kapuas atau ketika duduk di bangku Taman Kanak-kanak, saat merayakan milad ke-5 dengan membawa kue ke sekolah. Hal menyenangkan lainnya yang masih ku ingat adalah saat SD, pulang ke kampung halaman orang tuaku di Baturetno dan menghabiskan liburan bersama mas-masku tercinta; bercanda, berkejaran, bermain petak umpet, jajan sate bareng om di pasar, mendapatkan hadiah-hadiah dari adik-adik ibu atau bapak-ku coz jarang banget bisa ketemu ponakan mereka, sampai ngeledek-in mbah yang (penampilannya terlihat aneh bagi kami saat itu) jualan gorengan di emperan toko yang tutup selepas maghrib.

Tapi tidak untuk pengamen cilik itu dan entah berapa banyak lagi anak-anak yang kurang beruntung di luar sana. Maka bersyukurlah, teman…. Atas cinta yang diberikan oleh kedua orang tua kita, meski ekspresi cinta itu kadang tak seperti yang kita harapkan. Bersyukurlah atas rizki yang Allah titipkan melalui orang tua kita sehingga meski tak hidup mewah tapi kita masih bisa tumbuh dengan normal dan di karuniakan hidayah olehNya. Bersyukurlah atas saudara-saudara yang menemani kita bermain dan bercanda meski terkadang mereka menyebalkan. Bersyukurlah dan teruslah bersyukur teman, atas apa yang telah engkau nikmati sejak kecil hingga sampai menjadi sebesar ini….. Wallahu’alam wastaghfirullah.
laut_biroe@perjalananBogor-Bandung,270506
Selengkapnya...

Minggu, 11 Juni 2006

Senyum Anti Tak Seceria Biasa

Aku bingung ketika seorang teman di departemen Kebijakan Publik mengatakan bahwa senyumku tidak seceria seperti biasanya. “Anti sakit ya..?” tanya temanku kemudian, Ku gelengkan kepala dan kupertegas dengan sebuah kalimat singkat : “ga kok”. “Kirain anti sakit, abis senyumnya ndak seceria biasanya”. Aku hanya menanggapi pernyataannya dengan tersenyum sambil coba merasakan senyumanku sendiri, apakah benar bahwa senyumku hari ini berbeda dari hari-hari biasanya; ga ceria. Ternyata emang ada rasa yang berbeda di hati ketika aku tersenyum, mungkin hal itu yang menyebabkan efek senyumanku tak seindah warna aslinya.
Aku melewati session pembukaan agenda progress report KAMDA sembari berfikir apa penyebabnya. Aku mencoba merunut kejadian yang terjadi selama satu pekan ini, aktivitas ku rasanya tak begitu padat, yup! aktivitas fisik ku pekan ini tidak begitu memforsir energi kecuali aksi penutupan penggalangan dana untuk korban gempa Jogja dan JaTeng yang ku ikuti kemarin. Meski tidak mengikuti aksi yang di lakukan dengan long-march itu secara penuh, tapi karena sudah hampir sebulan ini ga riyadhoh jadi lumayan ngos-ngosan juga meski ga sampe tepar sih. Mungkin ini salah satu faktornya.

Ku susuri lagi jejak-jejak aktivitas lainnya, nothing special. Tapi memang pekan ini banyak hal yang kufikirkan; rencana magang, info beasiswa S-2, mutasi liqo’ selama magang, binaan, pergantian pengurus di Mizan, sahabatku yang sedang dalam proses ta’aruf (terbayang jika dia menikah tepat saat aku magang, betapa sedihnya ga bisa menyaksikan hari paling bersejarah untuknya… L), amanah-amanah yang akan kutinggalkan selama magang, dan ……….. (hal yang ga bisa dituliskan, karena very personal). Apalagi ku lihat tilawahku ga mencapai komitmen, pantesan aja….

Gimana ga tepar kalo’ kaya’ gini, beban fikiran se-abreg tapi back up ruhiyahnya ga maksimal. Teringat bahwa keimanan itu terpancar lewat wajah. Rasanya kondisi ruhiyah seseorang juga akan sangat mempengaruhi aura yang dipancarkan oleh seorang mukmin. Wah…musti berkejaran nih..!!! Ingat Des, syurga itu tidak diraih dengan bersantai-santai! Tapi syurga di raih dengan jiddiyah dan tadhiyah, karena syurga itu mahal…!!! Keep Fight and keep smile ya Des….!!!!

laut_biroe@dialog batinku menyemangati diri sendiri,110606


Selengkapnya...

Sabtu, 10 Juni 2006

Pembangkit Listrik dan Pasokan Energi

Tentunya semua orang pernah melihat sebuah pembangkit tenaga listrik, setidaknya melalui televisi. Kalaupun tidak pernah melihatnya, saya yakin hampir semua orang pernah merasakan pasokan energi yang dialirkan oleh pembangkit tenaga listrik. Sebuah pembangkit tenaga listrik menghasilkan pasokan energi listrik yang akan dialirkan menuju gardu-gardu dari gardu-gardu itulah listrik kemudian di alirkan ke rumah-rumah dan dapat dinikmati oleh pengguna (konsumen), begitulah singkatnya (meskipun sebenarnya tidak se-sederhana itu).
Makin besar volume listrik yang ada maka semakin besar kemanfaatannya. Pembangkit tenaga listrik, menjadi pasokan langsung maupun tidak langsung bagi gardu dan rumah. Sedangkan gardu menjadi pasokan langsung listrik untuk rumah-rumah.

Begitupun dengan kapasitas seseorang, semakin besar volume kualitasnya maka akan semakin besar kemanfaatannya bagi orang banyak. Ketika kita masih menjadi konsumen yang menikmati manfaat dari banyaknya volume yang dimiliki orang lain, apakah membuat kita puas? Bukankah manusia yang paling baik adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain..?! Lalu kenapa kita merasa cukup puas hanya sebagai konsumen, selalu menerima kebaikandari orang lain?! Kenapa kita mencoba meningkatkan kapasitas, menambah volume kita?

Ada orang yang pendidikannya tinggi tapi kontribusinya untuk umat sangat sedikit tapi di sisi yang lain ada orang yang pendidikannya tidak begitu tinggi tapi banyak hal yang bisa dilakukannya untuk umat. Jika dikatakan bahwa pemimpin itu dilahirkan dan dibentuk, maka ketika kita bukan tipe pemimpin semenjak kita dilahirkan, kita harus bisa membentuk diri kita menjadi seorang pemimpin. Bukan sekedar berada pada posisi pemimpin tapi mempunyai karakter pemimpin, karena tidak semua orang yang berada pada posisi itu berkarakter pemimpin.

Hendak membentuk diri menjadi pemimpin berarti harus meningkatkan kapasitas, meningkatkan volume. Apa yang kita baca dan dengan siapa kita berinteraksi, turun menentukan kapasitas kita. Tapi nilai-nilai positif yang kita dapat dari bacan dan teman dalam berinterkasi tidak akan membentuk kita jadi pemimpin jika kita tidak mengaplikasikannya dan menjadikannya sebuah kebiasaan. Dengan mengaplikasikan nilai-nilai positif dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka sedikit demi sedikit kapasitas kita akan meningkat, volume kita akan semakin besar. Kita tidak lagi hanya berperan sebagai konsumen yang pasif tapi kita dapat menjadi gardu yang menyalurkan energi listik ke rumah-rumah. Dan ketika kapasitas kita terus meningkat maka kita dapat menjadi pembangkit tenaga listrik. Menghasilkan energi dan menjadi bermanfaat bagi banyak orang.

Semoga kita termasuk orang – orang yang tak pernah bosan untuk belajar, karena ilmu yang kita miliki ibarat setetes air di lautan. Banyak sekali hal-hal yang belum kita ketahui. Semoga kita bukan termasuk segerombolan orang yang mudah patah arang dalam belajar, karena proses pembelajaran itu terkadang terasa begitu berat dan menyakitkan. Semoga kita bukan golongan orang – orang yang mudah puas dengan ilmu yang kita miliki, karena dengan puas dengannya kita akan merasa cukup dan saat itu kita akan berhenti belajar. Dan sering kali manusia sombong dengan ilmu yang dimilikinya –na’udzubillah-, padahal ilmu Allah jauh lebih luas. Wallahu’alam wastaghfirullah.
laut_biroe@proses pembelajaran agar lebih matang dalam berfikir dan bertindak, 100606
Selengkapnya...